Ulama Politikus. Kyai Haji Noer Alie ( aksara Sunda: áźáź§áźáź áźáźáź€áź; EYD: Nur Alie) (15 Juli 1914 - 29 Januari 1992 [1]) adalah ulama dan tokoh Jawa Barat yang dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia Dengan SK Presiden: Keppres No. 085/TK/2006, tertanggal 3 November 2006. [2] Ia adalah putra dari Anwar bin Haji Layu dan
adibabbiya qowiyyudin, nim. 15120044 (2019) sejarah pondok pesantren al falah gedongan, baki, sukoharjo, jawa tengah (2006-2018). skripsi thesis, fakultas adab dan budaya. adiba uzma ashri, ashri (2019) kewajiban perusahaan pailit memenuhi upah tenaga kerja (studi komparasi antara hukum islam dan hukum positif). skripsi thesis, uin sunan kalijaga.
TEMPATMAGANG. ALAMAT INSTANSI/ PERUSAHAAN Jl. Raya Solo-Sragen Km. 7 Palur, Karanganyar 57102 Jl. Dr. Radjiman No. 164 Surakarta 57151 Dagen, Palur, Karanganyar Jl. Raya Solo Baru B. 18 Grogol, Sukoharjo Jl. Setia Budi No. 89 Gumunggung Surakarta Desa Sanggrahan, Grogol Sukoharjo Jln.
Itujuga warisan dari sosok pendiri Pondok Gedongan Kiai Muhammad Said. Ia salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Cirebon. Menurut buku Meneguhkan Islam Nusantara, Biografi Pemikiran & Kiprah Kebangsaan Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj Kiai Said menyebarkan moderasi Islam sebagaimana ajaran Walisongo.
Biografi Biodata, profil, Kisah hidup aktor dan sutradara Toro Margens yang meninggal dunia pada hari jum'at, 4 Januari 2019 Biografi Torro Margens - Aktor dan Sutradara Indonesia - BIOGRAFI TOKOH TERNAMA
Prof Dr. KH. Said Aqil Siradj lahir pada 03 Juli 1953, di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Aqil Sirodj dengan Hj. Afifah binti KH. Soleh Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek. Saudara-saudara beliau diantaranya, KH. Ja'far Shodiq, KH. Muhamad Musthofa, KH. Ahsin Syifa dan KH.
Diabukanlah ulama yang "cepethe-cepethe", bukan ulama pada umumnya. Beliau sendiri berasal dari Mundu, Cirebon, putra dari Kiai Idris dari Losari (juga terletak di Cirebon). Kiai Idris memiliki kisah unik: belajar bersama dua putranya -Amir dan Umar- di Mekkah, berguru kepada beberapa ulama besar pada saat itu, seperti Imam Abu Bakar
Rhuo.
Paru le 5 mai 2021 Kiosque Prix Français François GenÂdron dĂ©tient un record de longĂ©vitĂ© de 42 ans comme Ă©lu en poliÂtique quĂ©bĂ©Âcoise. Il a dirigĂ© onze minÂistĂšres et obtenu les presÂtigieux titres de vice-preÂmier minÂistre du QuĂ©bec et de prĂ©siÂdent de lâAssemblĂ©e nationale. CepenÂdant, lâex-dĂ©putĂ© dâAbitibi-Ouest est beauÂcoup plus que des staÂtisÂtiques. Aujourdâhui retraitĂ© de la poliÂtique, mais touÂjours trĂšs actÂif, il a accepÂtĂ© dâexposer sa vie perÂsonÂnelle et proÂfesÂsionÂnelle. Sans langue de bois, il offre sa vision de vastes pans de lâhistoire du QuĂ©bec des cinquante derniĂšres annĂ©es et il partage ses anecÂdotes avec les grands noms de la poliÂtique quĂ©bĂ©Âcoise et canaÂdiÂenne quâil a cĂŽtoyĂ©s de trĂšs prĂšs ou de loin.
Daftar Isi Profil KH. Muhammad Saâid Gedongan1. Kelahiran2. Keluarga3. Mendirikan Pesantren4. Murid-Murid5. Awal Kedatangan di Gedongan6. Hubungan Pesantren Gedongan dengan Pesantren LainnyaKelahiranKH. Muhamad Saâid atau yang kerap disapa dengan panggilan Kiai Saâid dilahirkan di Desa Pesawahan Sindanglaut Cirebon sekitar tahun 1800 an, belum ada yang mengetahui secara pasti tanggal, dan tahun beliau Muhamad Saâid melepas masa lajanganya dengan menikahi Nyai Hj. MaemunahMendirikan PesantrenSebelum kepergiannya ke Gedongan Kiai Saâid terlebih dahulu bermusyawarah dan memohon ijin kepada Sultan Kasepuhan Cirebon, karena tanah yang akan dijadikan tempat pengasingannya adalah milik ayahanda Kiai Saâid atas pemberian Sultan. Sebagai kerabat keraton, Kiai Saâid diizinkan menempati tanah hutan untuk tempat pengasingannya sinilah secara bertahap kepala keluarga dan bangunan rumah keluarga semakin bertambah, sehigga membentuk sebuah komunitas sosial dalam sebuah pedukuhan yang belakangan bernama pedukuhan Gedongan. Pesantren yang diasuh Kiai Saâid pun menjadi masyhur dengan sebutan Pesantren murid-murid Kiai Saâid berjumlah banyak, akan tetapi hanya beberapa saja yang tercatat dalam memori dan sejarah Pesantren Gedongan. Diantaranya adalah1. KH. Jauhari Mashur yang dijuluki Kiai Ijo, menetap di Pondok Pesantren Gedongan dengan tujuan mengaji kepada Kiai Muhammad Saâid. Murid ini juga pernah mengaji kepada Kiai Saâid dengan berjalan kaki selama 41 hari dari desa kelahirannya di daerah Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon, atas perintah Kiai Saâid Kiai Ijo juga pernah menjalani perintah gurunya itu untuk tidak batal wudhu setiap hari dan tidak mengedipkan kedua matanya selam 41 KH. Siroj yang berasal dari Karangwareng Kecamatan Karang Sembung Kabupaten Cirebon. Murid yang berasal dari keluarga kaya ini mengaji di Pondok Pesantren Gedongan hingga putera terakhir Kiai Saâid yang bernama Kiai Siroj masuk ke pelaminan. Bahkan pada acara pernikahan Kiai Siroj dengan puteri keturunan keraton Solo yang bernama Nyimas Fatimah Azzahro Kiai Siroj bersama Kiai Munawir yang sengaja datang dari Krapyak Jogjakarta ikut mengantar pengantin ke Solo. Sebelum wafat Kiai Siroj berpesan kepada para putera dan puterinya agar tidak memutuskan tali hubungan dengan para putera dan cucu Kiai Saâid. Sehingga sampai saat ini hubunga keluarga Haji Siroj Karangwareng dengan keluarga Kiai Saâid tetap terjalin dan terjaga dengan KH. Amin berasal dari desa yang sekarang bernama Kalimukti Kecamatan Pabedilan Kabupaten Cirebon. Murid Kiai Saâid ini adalah orang yang senantiasa mendampingi Kiai Saâid pergi dengan mengemudi dokar. Supir pribadi Kiai Saâid ini adalah ayah kandung Kiai Mahrus Amin pengasuh Pondok Pesantren Darunnajah Kebayoran Lama Jakarta dan Pendiri Pesantren Madinnatunnajah yang tersebar di banyak daerah khususnya di Jawa Barat KH. Suchaimi, pendiri Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Kabupaten Brebes. Santri Kiai Saâid ini bersama mertuanya yang bernama Kiai Ambari dan saudaranya yang bernama Kiai Manshur setiap tahun selalu menyedekahkan sebagian dari hasil sawahnya kepada Kiai Saâid. Padi diangkut dengan pedati kedua kuda dari Brebes menuju Gedongan. Hal ini berlangsung hingga periode Kiai Siroj putera bungsu Kiai Saâid, menjadi sesepuh Pondok Pesantren Gedongan kini Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi menjadi salah satu pesantren yang dikenal di daerah Brebes dan sekitarnya dan memiliki santri cukup banyak. Pengasuhnya sekarang adalah para anak cucu Kiai Suchaimi dan Kiai Manshur antara lain Kiai Subhan Maâmun dan Kiai Kholil Kedatangan di GedonganKedatangan Kiai Saiâd ke Gedongan untuk kemudian membangun pesantren di tempat itu beragam versi, ada yang menyatakan menghindari kejaran Belanda karena beliau terlibat dalam pemberontakan yang digagas Bagus Rangin dan Kesultanan Cirebon, adapula yang berpendapat beliau datang ke Gedongan semata-mata hanya untuk uzlah dan menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon yang dituturkan dari para Kiai di Gedongan menyebutkan bahwa kedatangan Kiai Saâid ke Gedongan disertai istrinya Nyai Hj. Maemunah dan sejumlah santri ayahnya dan calon santri yang berminat mengaji kepada Kiai Saâid ikut serta dalam pengasingan itu, jumlahnya 24 orang ditambah seorang pembantu laki-laki bernama Ngarpin dan pembantu perempuan bernama Kamal yang keduanya masih berusia Pesantren Gedongan dengan Pesantren LainnyaPondok Pesantren Gedongan termasuk pondok pesantren tertua di Cirebon dan memiliki hubungan erat dengan pesantren lainnya, hubungan kekerabatan itu dimiliki melalui jalur pernikahan kakak kandung Kiai Saâid yaitu Ny. Maesaroh diperistri oleh Kiai Sholeh pendiri Pondok Pesantren Benda Kerep, sementara itu hubungan dengan buntet diperoleh melalui jalur isterinya Kiai Saâid yaitu Ny. Maemunah yang merupakan kakak kandung Kiai Abas Buntet sejarah pesantren, ketiga pesantren yang masih memiliki hubungan kerabat ini ketika akan diserang Belanda sempat membuat bingung sang penjajah. Pondok Pesantren Gedongan tampak seperti lautan dan Pondok Pesantren Buntet tampak seperti tumpukan hubungan kekerabatan dengan dua pesantren tersebut, Pondok Pesantren Gedongan juga memiliki hubungan dengan sejumlah pesantren lain yang terjalin melalui jalur pernikahan antara anak-cucu Kiai Saâid dengan anak-cucu tokoh-tokoh pendiri pesantren lain dan tinggal di luar Pondok Pesantren Gedongan. Sebagian dari mereka adalahKiai Nachrowi yang merupakan putera kedua Kiai Saâid menikah dengan Ny. Humairoh puteri Kiai Sholeh Pondok Pesantren Benda Maksum Siraj dan Kiai Aqil Siraj cucu Kiai Saâid, yang menikah dengan Ny. Rubaiâah dan Ny. Afifah puteri Kiai Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek Mahrus Ali menikah dengan Ny. Zainab puteri Kiai Abdul Karim pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
by Ibn Hakim Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj atau yang kerap disapa dengan panggilan Kang Said lahir pada 03 Juli 1953, di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Aqiel Sirodj dengan Hj. Afifah binti KH. Soleh Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek. Saudara-saudara beliau diantaranya, KH. Jaâfar Shodiq, KH. Muhamad Musthofa, KH. Ahsin Syifa dan KH. Niâ Berdasarkan silsilah nasab KH. Said Aqil Siradj, beliau merupakan dzuriyah Rasullullah yang ke-32 dengan urutan nasabnya sebagai berikutNabi Muhammad SAWFatimah Az-ZahraAl-Imam Sayyidina HussainSayyidina Ali Zainal Abidin binSayyidina Muhammad Al Baqir binSayyidina Jaâfar As-Sodiq binSayyid Al-Imam Ali Uradhi binSayyid Muhammad An-Naqib binSayyid Isa Naqib Ar-Rumi binAhmad al-Muhajir binSayyid Al-Imam Ubaidillah binSayyid Alawi Awwal binSayyid Muhammad Sohibus Saumiâah binSayyid Alawi Ats-Tsani binSayyid Ali Kholiâ Qosim binMuhammad Sohib Mirbath HadhramautSayyid Alawi Ammil Faqih Hadhramaut binSayyid Amir Abdul Malik Al-Muhajir Nasrabad, India binSayyid Abdullah Al-âAzhomatul Khan binSayyid Ahmad Shah Jalal Ahmad Jalaludin Al-Khan binSayyid Syaikh Jumadil Qubro Jamaluddin Akbar Al-Khan Al Husein binSayyid Ali Nuruddin Al-Khan Ali Nurul AlamSayyid Umdatuddin Abdullah Al-Khan binSunan Gunung Jati Syarif HidayatullahPangeran Pasarean Pangeran Muhammad Tajul ArifinPangeran Dipati Anom Pangeran Suwarga atau Pangeran Dalem Arya CirebonPangeran Wirasutajaya Adik Kadung Panembahan RatuPangeran Sutajaya Sedo Ing DemungPangeran Nata ManggalaPangeran Dalem Anom Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing TambakPangeran Kebon Agung Pangeran Sutajaya VPangeran Senopati Pangeran BagusPangeran Punjul Raden Bagus atau Pangeran Penghulu KasepuhanRaden AliRaden MuriddinKH. Raden NuruddinKH. Murtasim Kakak dari KH Mutaâad leluhur pesantren Benda Kerep dan BuntetKH. Said Pendiri Pesantren GedonganKH. SiradjKH. AqilProf. Dr. KH. Said Aqil Siradj Ketua PBNUKeluargaKH. Said Aqil Siradj melepas masa lajangnya dengan menikah Nyai. Nur Hayati Abdul Qodir. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya, Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, dan Aqil Said Said Aqil Siradj kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. Dengan ayahandanya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri â Ayah Said â merupakan putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda.âAyah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,â kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan Khalista 2015.Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Kang Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH. Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH. Mahrus Ali, KH. Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH. Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH. Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said â panggilan akrabnya â harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. âPada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,â ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan âtanah Jahiliyyahâ ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya â diantara para intelektual dari berbagai dunia â dengan predikat bermukim di Makkah, ia juga menjalin persahabatan dengan KH. Abdurrahman Wahid Gus Dur. âGus Dur sering berkunjung ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,â ungkap Muhammad Said bin Said Aqil. Selain itu, Kang Said juga sering diajak Gus Dur untuk sowan ke kediaman ulama terkemuka di Arab, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi di Nahdlatul Ulama NUSetelah Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur âmempromosikanâ Kang Said dengan kekaguman âDia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi,â puji Gus Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. âKelebihan Gus Dur selain cakap dan cerdas adalah berani,â ujarnya, dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH. Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU â di dampingi KH Anâim Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya. âNyelenehnya pun juga sama,â ungkap Kiai Nawawi, seperti dikutip NU Online. âTerus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,â tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun di NUKarier KH. Said Aqil Siradj terhadap NU juga begitu besar. Karier tersebut, beliau telah memulainya sejak tahun 1994-sekarang. Perjalanan karier KH. Said Aqil Siradj sebagai berikutWakil katib aam PBNU 1994-1998Katib aam PBNU 1998-1999Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia GANDI 1998Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa FKKB 1998-sekarangPenasehat Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI 1998-sekarangWakil Ketua Tim Gabungan Pencari fakta TGPF Kerusuhan Mei 1998 1998Ketua TGPF Kasus pembantaian dukun santet Banyuwangi 1998Penasehat PMKRI 1999-sekarangKetua Panitia Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri 1999Anggota Kehormatan Matakin 1999-2002Rais syuriah PBNU 1999-2004Ketua Majelis Ulama Indonesia 2000-2005Ketua PBNU 2004-2010Ketua Umum PBNU 2010-2015 dengan Rais Aam KH. Sahal MahfudhKetua Umum PBNU 2015- sekarang dengan Rais Aam KH. Maâruf AminAnggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila 2017- sekarangKiprahSejak mahasiswa, Kang Said terlibat aktif di organisasi Nahdlatul Ulama NU, di antaranya adalah menjadi Sekertaris PMII Rayon Krapyak Jogjakarta 1972-1974, Yogyakarta, dan menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa NU KMNU Mekah pada tahun 1983-1987. Selain menjadi pengurus organisasi, ia juga mempunyai kegiatan lainnya, menjadi tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah di tahun 1991Sekembalinya dari Timur Tengah, Kang Said makin aktif di tingkat nasional. Keahliannya dalam kajian keislaman, ia diminta menjadi dosen di berbagai kampus di dalam negeri. Di antaranya dia tercatat sebagai dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran PTIIQ, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun 1995. Bahkan dua tahun kemudian ia menjadi Wakil Direktur Universitas Islam berkecimpung di dunia akademisi, Kang Said juga terlibat dalam dunia gerakan lintas agama dan anti driskiminasi dengan menjadi Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia Gandi.PenghargaanBerdasarkan The Moslem 500 yang diselenggarakan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre Amman, KH. Said Aqil Siroj merupakan salah satu tokoh muslim paling berpengaruh di dunia. Peringkat beliau diantaranyaTahun 2010 menduduki peringkat ke-19Tahun 2011 menduduki peringkat ke-17Tahun 2012 menduduki peringkat ke-19Tahun 2017 menduduki peringkat ke-20Tahun 2018 menduduki peringkat ke-22Tahun 2019 menduduki peringkat Ke-20Tahun 2020 menduduki peringkat ke-19Tahun 2021 menduduki peringkat ke-18
Biografi KH. Muhamad Said Gedongan-Gedongan adalah nama lingkungan pesantren sekaligus juga nama sebuah dusun/blok. Pesantren Gedongan adalah salah satu Pesantren tua yang ada di wilayah timur Cirebon, tepatnya berada di Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon. Pada tahun 1990an, ketika Kecamatan Astana Japura dimekarkan pada tahun 2000an, Desa Ender termasuk didalamnya Dusun Gedongan masuk pada wilayah Kecamatan Pangenan. Berbicara mengenai Pesantren dan Dusun Gedongan, eksistensinya tidak dapat dipisahkan dari satu tokoh yang mendirikannya, adapun pendiri Pesantren Gedongan adalah KH Muhamad Said, Kiai asal Desa Tuk versi lain Pesawahan Sindanglaut Kabupaten Cirebon. Kiai Muhamad Said merupakan putra dari KH. Murtasim. Sebelum kedatangan KH Muhamad Said, Gedongan dikisahkan masih berbentuk hutan, Kiai Said sendiri datang ke daerah Gedongan diperkirakan pada tahun 1800an. Beliau datang bersama istri dan beberapa santri ayahnya yang sengaja ia bawa untuk membuka perkampungan Juga Kai Muhamad Said, Pendiri Pesantren GedonganMakam KH Muhamad Said GedonganIdentifikasi Masa Hidup KH. Muhamad SaidBelum ada kepastian mengenai kapan Kiai Said dilahirkan, hanya saja, berdasarkan catatan sejarah, bahwa salah satu anak KH Said, yang bernama KH Siraj dikisahkan lahir pada tahun apabila Kiai Said ketika anaknya lahir berumur 25-30 tahun, maka tahun kelahiran Kiai Said kira-kira antara tahun 1857/ masa hidup Kiai Said apabila umurnya mencapai 60 tahun, maka beliau hidup dari tahun 1857 hingga 1917, selanjutnya apabila beliau dilahirkan pada 1857, maka masa hidupnya dari tahun dari masa hidupnya Kiai Said, jelas bahwa masa hidup Kiai Said adalah pasca Perang Santri Perang Kedongdong 1806-1818, dengan demikian, masa hidup Kiai Said sebenarnya masa ketika Cirebon sudah berdamai dengan Belanda. Hanya saja memang dalam catatan sejarah, antara tahun 1913-1918 Cirebon sedang geger perang Santri Vs etnis Cina Tragedi Kucir 1913. Tidak diketahui secara pasti apakah Kiiai Said terlibat dalam peristiwa ini atau tidak, mengingat dalam sejarahnya banyak Para Kiai terkemuka yang terlibat dan menyetujui konflik dalam Tragedi Kucir 1913Silsilah KH Muhamad Said GedonganSecara silsilah, Kiai Said masih keturunan Nabi Muhamad, sebab nasab Kiai Said bersambung dengan Sunan Gunung Jati. Berikut ini adalah silsilah Kiai Said Gedongan menurut data yang penulis peroleh dari artikel "Silsilah KH. Said Aqil Siraj"."1 Muhammad Said Gedongan bin 2 KH Murtasim bin 3 KH Nuruddin bin 4 KH Ali bin 5 Tubagus Ibrahim bin 6 Abul Mufakhir Majalengka bin 7 Sultan Maulana Mansur Cikaduen bin 8 Sultan Maulana Yusuf Banten bin 9 Sultan Maulana Hasanuddin bin 10 Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati"Berdasarkan silsilah di atas, dapat dimengerti jika Kiai Said Gedongan adalah generasi kesepuluh dari keturunannya Sunan Gunung Jati Cirebon, Sultan Cirebon pertama sekaligus anggota wali Songo. Istri dan Anak KH Muhamad Said GedonganSelama hidupnya KH Muhamad Said dikisahkan hanya menikah satu kali dengan wanita yang bernama Nyai Hj Maimunah, yaitu kakak kandung dari Kiai Abas yang berasal dari Buntet Pesantren, dengan demikian istri Kai Said adalah putri dari KH Abdul Jamil bin Kiai Mutaa'd bin Mbah Muqoyim. Mengani anak-anak Kiai Said, penulis untuk sementara waktu hanya memperoleh tiga nama, yaitu 1 KH. Abdul Karim, dan 2 KH Siraj 3 Nyai Hasinah. Kelak baik anak dan cucu Kiai Siad banyak menjalin hubungan keluarga dengan beberapa Kiai ataupun pengasuh pesantren baik yang ada di Cirebon maupun di luar Cirebon seperti Pesantren Kempek, Bunten, Benda, Krapyak di Yogyakarta, Pesantren Lirboyo di Kediri dan lain sebagainya. Kedatangan KH. Muhamad Said ke GedonganAda beberapa versi seputar kedatangan Kiai Said ke Gedongan, akan tetap pada umumnya kedatangan Kiai Said kegedongan dikisahkan sambil membawa istri disertai dua orang pembantu dan 26 santri bapaknya yang bersedia mengabdi kepada Kiai Said untuk membuka perkampungan dan pesantren di suatu hutan, hutan yang dimaksud adalah semacam tanah perdikan hadiah dari Sultan oleh 26 santrinya itu, dibangun perkampungan yang nantinya disebut Gedongan. Dikampung itu pula Kiai Said mendirikan surau/tajug untuk tempat mengajarkan agama. Lambat laun Kiai Said banyak didatangi murid-murid baru hingga membentuk pesantren, selanjutnya anak cucu Kiai Said mendirikan pesantren di tempatnya masing-masing dalam wilayah dusun Gedongan sehingga jangan heran jika di Gedongan banyak sekali pesantren. Disana hampir setiap anak cucu Kiai Said mendirikan pesantrennya masing-masing. Wafatnya KH Muhamad SaidTidak ada penjelasan pasti mengenai bagaimana KH Muhamad Syaid wafat, akan tetapi banyak yang beranggapan jika KH Muhamad Said wafat secara normal karena usia. Setelah wafat Kiai Said dimakamkan di Komplek pemakaman dusun Gedongan. Makamnya hingga kini terus diziarahi oleh banyak orang, terutama para santri dari seluruh pesantren Gedongan, biasaya ziarah ke makamya dilaksanakan pada hari jumat. Baca Juga Ketika Pesantren Gedongan Ditipu
biografi kh said gedongan